Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Kamis 5 Desember 2012, secara resmi menutup kegiatan pendakian Gunung Semeru. Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II TNBTS di Kabupaten Lumajang, Anggoro Dwi Sujiarto, mengatakan penutupan sementara kawasan Gunung Semeru ini untuk kepentingan pemulihan eksosistem kawasan Gunung Semeru.
Penutupan jalur pendakian ini mengacu pada aturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 35 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Keanekaragaman Hayati yang menyatakan pengelola dapat menutup sementara guna kepentingan pemulihan ekosistem.
Berkaitan dengan peningkatan gempa di Semeru dalam dua hari terakhir (4-5 Desember), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi merekomendasikan sejumlah poin yang perlu diperhatikan. Rekomendasi tersebut antara lain masyarakat tidak melakukan aktivitas di wilayah sejauh empat kilometer di seputar lereng tenggara kawah. Ini merupakan bukaan kawah Semeru (Jonggring Saloka) sebagai alur luncuran awan panas guguran.
Selain itu, masih banyak endapan material lepas hasil embusan terdahulu di sekitar kawah dan puncak. Jika hujan di puncak, masyarakat yang bermukim di dekat bantaran sungai dan yang beraktivitas di Sungai Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Kobokan diharap berhati-hati karena dapat terancam bahaya sekunder (aliran lahar).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang, Rochani, mengatakan Gunung Semeru memiliki keunikan tersendiri dibandingkan gunung api lainnya. “Jika Gunung berapi lainnya, letusan yang rutin bisa dianggap bahaya. Tapi Gunung Semeru justru ketika letusan jarang terjadi malah dikhawatirkan berbahaya,” katanya.
Dia menambahkan letusan yang terjadi di Gunung Semeru rutin terjadi setiap 45 menit. Letusan ini biasanya juga melontarkan debu setinggi seribu meter dan akan mengakibatkan hujan abu.
Kendati demikian, kata Rochani, status aktivitas Gunung Semeru masih di level waspada. Intensitas letusan itu tidak diiringi tanda-tanda membahayakan dari status vulkaniknya.
Rochani menambahkan aktivitas interval letusan di Gunung Semeru yang dilaporkan ke pihaknya secara keseluruhan tidak ada peningkatan status vulkanik. Selain itu, material vulkanik yang keluar dari kawah Gunung Semeru juga berarti berkah bagi para penambang pasir.
Hanya, kata dia, hendaknya para penambang tetap bersabar untuk menambang pasir. Jika di atas Semeru terlihat gelap karena mendung, penambang harus menghentikan aktivitasnya. Menurut Rochani, ada beberapa kejadian truk pasir terjebak lahar dingin, bahkan terseret lahar dingin Semeru lantaran penambang pasir mengabaikan tanda-tanda alam.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar